NILAI MORAL DALAM CERPEN “KISAH GANJIL SEORANG PENGGALI KUBUR” KARYA SANDI FIRLY
NILAI
MORAL DALAM CERPEN
“KISAH GANJIL SEORANG PENGGALI KUBUR”
KARYA
SANDI FIRLY
Rosita
Jannatun Naim
Email
: rositajannatunnaim@gmail.com
ABSTRAK
Tulisan ini berjudul Nilai – Nilai Moral yang terdapat dalam cerpen Kisah
Ganjil Seorang Penggali Kubur
karya Sandi Firly. Adapun
permasalahannya adalah Segi moral seperti apakah yang dapat diambil dari cerpen
Kisah Ganjil Seorang Penggali Kubur karya Sandi
Firly?
Analisis
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil dari analisis karya sastra yang digunakan
dengan pendekatan pragmatik tentang cerpen “Kisah Ganjil Seorang Penggali
Kubur” karya Sandi Firly. Dalam analisis ini, penulis menggunakan
metode eksperimental, untuk mendapatkan gambar yang lebih jelas tentang isi
cerpen yang di pahami oleh pembaca karya sastra. pendekatan pragmatic merupakan
pendekatan karya sastra yang memandang karya sastra
sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini
tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun
tujuan yang lain. Dalam hal ini, cerpen “Kisah Ganjil Seorang Penggali Kubur” karya Sandi
Firly patut dan layak untuk di baca dan di pahami. Karena memiliki pesan moral
yang patut untuk di contoh. Dapat dilihat dari watak tokoh bapak penggali kubur
yang tiada batas ikhlas menggali kubur kapan saja jika ada orang yang
membutuhkannya dan pekerjaannya tersebut sudah menjadi 41 tahun lamanya, walau
begitu ia pun juga tak pernah lupa untuk meninggalkan sholatnya di setiap adzan
berkumandang beliau pun langsung menuju musholla dekat rumahnya. Pesan moral dalam cerpen tersebut sangat berbeda sekali
dengan keadaan yang terjadi di dalam masyarakat kita sekarang. Disinilah letak
pesan moral yang dapat diambil dalam cerpen “Kisah Ganjil Seorang Penggali Kubur” karya Sandi Firly berdasarkan analisis unsur
pragmatiknya.
Kata Kunci : Nilai, moral, Pendekatan Pragmatik
I.
PENDAHULUAN
Nilai difungsikan untuk mengarahkan,mengendalikan, dan
menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Seperti
yang diungkapkan Djahiri (1999) bahwa nilai merupakan harga, makna, isi dan
pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep,
teori, sehingga bermakna secara fungsional.
Moral
menurut Suseno (1998) yaitu ukuran baik buruknya seseorang, baik sebagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga Negara. Walaupun moral itu
berasa dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu system yang
berwujud aturan.
Cerpen Kisah Ganjil Seorang Penggali
Kubur karya Sandi Firly mengisahkan seorang bapak yang
bekerja sebagai penggali kubur yang sudah beliau geluti selama 41 tahun. Pekerjaan
sebagai penggali kubur yang diwariskan oleh ayahnya menjadikannya giat, gigih
dan ikhlas mengerjakan pekerjaan tersebut. Siapapun dan kapanpun yang membutuhkannya
untuk menggalikan kuburan ia akan selalu siap. Disamping itupun, beliau juga
rajin ibadah, Ketika adzan berkumandang, beliaupun bergegas ke musholla dekat
rumahnya. Penanaman nilai-nilai moral
II.
RUMUSAN MASALAH
Nilai moral apa saja yang dapat diambil
dari cerpen Kisah Ganjil Seorang Penggali Kubur karya Sandi Firly?
III.
METODE PENELITIAN
Tulisan
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil dari analisis karya sastra yang digunakan
dengan pendekatan pragmatik tentang cerpen “Kisah Ganjil Seorang Penggali Kubur”
karya Sandy Firly. Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang
memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada
pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan,
moral, agama, maupun tujuan yang lain. Dalam praktiknya pendekatan ini
cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam mencapai tujuan
tertentu bagi pembacannya (Pradopo, 1994). Dengan indikator pembaca dan karya
sastra, tujuan pendekatan pragmatik memberi manfaat terhadap
pembaca, pendekatan pragmatik secara keseluruhan
berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang
memungkinkan pemahaman hakikat karya sastra tanpa batas. Untuk
menganalisis cerpen Kisah Ganjil Seorang
Penggali Kubur ini menggunakan pendekatan pragmatic. Secara umum pendekatan
pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk
menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut
dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain.
Untuk menganalisis cerpen Kisah Ganjil
Seorang Penggali Kubur ini menggunakan pendekatan pragmatic. Secara umum
pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai
sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca.
IV.
TUJUAN
Mengungkapkan
kisah makam keramat seorang penggali
kubur yang didapatkan oleh pengarang dan nilai moral apa saja yang bisa
didapatkan dari cerpen Kisah Ganjil Seorang Penggali
Kubur karya Sandi Firly.
V.
PEMBAHASAN
Pada
uraian di atas diungkapkan bahwa pada saat menikmati karya sastra pembaca akan
memperoleh pesan - pesan moral yang ada dalam karya sastra tersebut. Seperti
halnya pendekatan pragmatic pendekatan yang tak ubahnya artefak (benda mati)
pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi. Kemudian Dawse dan
User 1960, pendekatan pragmatik merupakan interpensi pembaca terhadap karya
sastra ditentukan oleh apa yang disebut “horizon penerimaan” yang mempengaruhi
kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.
Dari segi
bahasa Moral berasal dari bahasa latin, Mores yaitu jamak dari kata Mos yang
berarti adat kebiasaan.Di dalam kamus umum bashasa Indonesia dikatakan bahwa
moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan atau kelakuan.Berdasarkan
pengertian di atas pengertian moral dalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah. Acuan moral adalah system nilai yang hidup dan
diberlakukan dalam masyarakat.
Nilai moral
adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau
buruk dari manusia moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua
nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari notonegoro dalam kaelan (2000) yang menyebutkan adanya 3 macam
nilai, yaitu nilai material, nilai vital,dan nilai kerohanian.
Dalam
praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan
fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi
sosial lainnya. Semakin banyaknya nilai-nilai tersebut terkandung dalam karya
sastra maka semakin tinggi nilai karya sastra tersebut bagi pembacanya.
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk bisa memahami sebuah karya sastra
dapat dikaji dengan pendekatan pragmatic, selain kita dapat menikmati keindahan
karya sastra tersebut kita juga mendapatkan fungsi nilainya seperti nilai moral
yang bisa kita ambil di kehidupan kita.
Karena
kisah makam keramat seorang penggali kubur yang didapatkan oleh pengarang sore
itu begitu memikat, malam harinya si pengarang langsung menuliskannya menjadi
sebuah cerpen dengan sangat lancar. Namun, ketika akan memasuki paragraf-paragraf
akhir, sang pengarang baru sadar kalau
cerpen ini atau tepatnya kisah itu sedikit memiliki cacat logika.
Cerita ini
bermula ketika ada dua sosok asing yang menemuinya meminta agar liang kubur
disiapkan tengah malam ini juga, dan dengan pesan khusus; sebuah liang kubur
yang nyaman untuk membaringkan tubuh. Sebelumnya, Syam, sang penggali kuburan
tersebut terjaga lantaran matanya tiba-tiba seakan tertusuk bilah-bilah cahaya
tajam—bersamaan ketika kedua sosok asing itu mengucapkan salam dan telah berdiri
di sisi ranjang kayu tuanya. Semuanya tampak putih. Seakan kamarnya telah
dibanjiri cahaya.
“Syam, gali liang kubur sekarang,
malam ini juga,” ucap sosok, yang juga baru diingatnya, berwajah sangat bersih
dan entah kenapa seperti bercahaya.
“Cepat bangun! Waktunya tidak lama
lagi,” seru sosok lainnya, berwajah agak masam, namun juga bercahaya. “Dan
ingat, buatlah liang kubur yang nyaman untuk membaringkan tubuh!”
Dari
kutipan tersebut, Syam pun merasa aneh sendiri. Baru kali ini ada permintaan
menggali liang kubur dengan syarat khusus seperti itu. Liang kubur hanyalah
liang kubur; tak pernah ia memikirkan bahwa ada liang kubur yang benar-benar
nyaman bagi mayat. Lagi pula, bukankah mayat tak mungkin bisa merasakan liang
kuburnya nyaman atau tidak?
Syam
tercenung. Ia masih merasa antara mimpi dan terjaga. Sayangnya, bukan mimpi.
Dan Syam masih memegang kata-kata bapaknya, yang dulu semasa hidup juga seorang
penggali kubur, agar jangan menolak setiap permintaan untuk membuat liang
kubur. Seperti dalam kutipan cerpen tersebut
Ia masih ingat, dulu bapaknya tetap
bekerja walau sedang batuk-batuk. “Selama aku masih bisa berdiri, dan mampu
mengayunkan cangkul, aku sehat-sehat saja. Jangan pernah menolak permintaan
menggali kubur. Di kampung ini, orang hanya tahu kalau Bapaklah tukang gali
liang kubur.”
Kini, sudah lima tahun lebih
bapaknya wafat, dan hanya pekerjaan penggali kubur yang diwariskan kepadanya.
Sebagai
seorang penggali kubur, syam pun juga tak lupa untuk tepat waktu dalam
beribadah di musholla dekat rumahnya, seperti dalam kutipan
Setiap pagi, sepulang salat Subuh,
Syam merawat kebun yang ditanami kacang panjang, tomat, daun seledri, cabai,
kacang panjang, singkong, dan sedikit jagung. Menjelang tengah hari, ia
beristirahat, mandi, lantas menikmati rokok—yang ia linting sendiri, di beranda
rumah ditemani secangkir kopi dan singkong rebus. Kemudian ia bersiap pergi ke
mushala bila telah terdengar azan.
Pekerjaan
penggali kubur ini yang diwariskan bapaknya kepadanya sudah menjadi 41 tahun
lamanya dan masih hidup seorang diri. Syam bukannya tak pernah berpikir untuk
memiliki seorang istri. Hanya saja, setiap pikiran itu hinggap, ia teringat
ketika bapaknya menggali kubur untuk ibunya berpuluh tahun lalu. Dan ia tak
ingin mengulang hal itu; mengubur mayat istrinya sendiri. Tak pernah ia
membayangkan, bahwa bisa saja ia yang mati lebih dulu.
Soal
bebauan yang kadang tercium dari liang galian kubur adalah rahasia yang
disimpannya sendiri. Ia merasa Tuhan sengaja memberinya keistimewaan itu karena
telah membaktikan diri sebagai seorang penggali kubur selama puluhan tahun.
Seperti pada kutipan,
Di tengah isapan rokoknya, Syam
sayup-sayup mencium bau harum yang diyakininya menguar dari liang galiannya. Ia
tersenyum. Hal ini bukanlah kali pertama dialaminya. Ini pasti orang baik yang
meninggal, batinnya. Dulu, ia juga ingat, bau harum seperti ini tercium ketika
menguburkan Pak Majid, penjaga mushala yang meninggal dunia di saat sedang
salat.
Bukan hanya bebauan harum, ia juga
pernah mencium bau busuk dari liang galian kuburnya. Dan akhirnya ia mengerti,
ternyata mayat yang hendak dikubur adalah seorang yang selama ini di kampungnya
dikenal sebagai preman yang suka mengganggu istri orang dan berbuat onar. Bau
busuk juga pernah tercium olehnya ketika yang hendak dikubur seseorang yang
mati di kamar pelacur di sebuah lokalisasi
Seperti
yang dikatakan oleh Darman, anak muda alim yang selalu menjadi muazin di
mushala kampung mereka, pernah berucap kepadanya
“Banyak orang yang mati di saat
mengerjakan kebiasaannya. Semoga kita tidak dimatikan dalam kebiasaan yang
buruk-buruk.”
“Kurasa, tanpa disadari, setiap
waktu kita sebenarnya telah membuat cara bagaimana kematian itu akan datang
menghampiri.”
Ketika
liang kubur selesai dikerjakan, Syam baru teringat permintaan dua sosok yang
datang ke rumahnya agar dibuatkan liang kubur yang nyaman untuk membaringkan
tubuh.
Apakah
liang kubur ini sudah cukup nyaman? Gumam Syam dalam hati. Tak ada cara untuk
mengetahui apakah liang yang digalinya memang sudah nyaman atau tidak untuk
membaringkan tubuh, selain harus mencobanya. Perlahan ia turun. Lalu
pelan-pelan duduk, merebahkan tubuh, memejamkan mata, dan melipatkan tangan di
dada. Sembari sesekali tarikan napas panjang dengan embusan yang lembut, ia
merasa liang kubur yang baru digalinya memang nyaman untuk membaringkan tubuh.
Ia pun tersenyum samar dalam keharuman liang kubur yang digalinya sendiri.
Begitu
Syam membuka mata, semuanya telah berubah menjadi putih terang. Seolah ia
berbaring di suatu hamparan cahaya yang sangat lapang tak berujung. Sekejap
kemudian, ia melihat dua sosok bercahaya kembali hadir mendatanginya. Semakin
dekat. Dan Syam telah siap dengan pertanyaan yang tak sempat diucapkannya;
Jika
penggali kubur itu mati dalam liang kubur yang digalinya sendiri, lalu dari
mana kisah itu didapatkan dan siapa yang bisa mengetahuinya? Bukankah penggali
kubur yang mati tidak mungkin bisa menceritakan dirinya sendiri?
Kepada
sang pengarang, sehari sebelumnya Pak Darman, orang tua pengurus makam yang
mengisahkan kepada sang pengarang tentang Syam, penggali kubur yang makamnya
dikeramatkan mengisahkan,
“Subuh itu orang-orang ramai melihat
liang kubur yang seakan-akan ada begitu saja. Di dalamnya tidak ada apa pun.
Liang kubur itu kosong. Akulah yang pertama kali melihat liang kubur itu
sewaktu menuju mushala untuk salat Subuh. Namun semua orang tahu, tidak ada
penggali kubur selain Syam. Dan tak ada yang menggali kubur sebaik itu, kecuali
juga Syam. Orang-orang pun percaya bahwa yang menggali liang kubur itu adalah
Syam. Namun anehnya, Syam tiba-tiba telah menghilang dari kampung. Tak seorang
pun tahu ke mana perginya. Lalu liang kubur itu ditimbun, dan semenjak itulah
diyakini sebagai kuburan Syam yang lambat-laun, berpuluh-puluh tahun hingga
saat ini, dianggap keramat.”
Jelas,
akhir kisah dari Pak Darman, penjaga makam keramat ini, juga cacat. Bagaimana
mungkin ada kisah penggali kubur Syam seperti yang dituliskan oleh pengarang
apabila ternyata Syam tiba-tiba menghilang, dan tak seorang pun tahu
keberadaannya.
Dalam
perasaan ganjil atas kisah itu, sekali lagi, sebelum pergi meninggalkan kampung
kecil, sang pengarang menatap makam penggali kubur yang dikeramatkan itu.
Pusaranya dipenuhi bunga rampai, serta kain kuning di atas kubahnya. Di
dekatnya, yang sebelumnya luput dari perhatian sang pengarang, ada sebuah kotak
amal tempat para peziarah memasukkan uang.
Dari
uraian kutipan penjelasan cerpen diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai moral
yang bisa kita ambil hikmahnya, diantaranya :
·
Syam si penggali kubur masih memegang kata-kata bapaknya,
yang dulu semasa hidup juga seorang penggali kubur, agar jangan menolak setiap
permintaan untuk membuat liang kubur.
·
Walaupun bekerja sebagai seorang penggali kubur, syam pun
juga tak lupa untuk tepat waktu dalam beribadah di musholla dekat rumahnya,
·
“…..tanpa disadari, setiap waktu kita sebenarnya telah
membuat cara bagaimana kematian itu akan datang menghampiri”. Perkataan Syam
mengingatkan kita akan sebenarnya perilaku yang biasa telah kita lakukan di
dunia ini menjadikan cermin bakal kematian kita nanti. Maka lakuakanlah
kebiasaan perilaku yang baik selama masih ada di dunia ini. Seperti pada Syam,
ia telah terbiasa dan ikhlas menggali kubur dan saat kematian menjemputnya pun
ia di saat sedang menggalikan kubur dua orang asing yang datang menemuinya.
VI.
SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan tentang pemahaman kritik pragmatik dalam cerpen “Kisah Ganjil
Seorang Penggali Kubur” Karya Sandy Firly, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa bahwa pada saat menikmati karya sastra pembaca akan memperoleh pesan -
pesan moral yang ada dalam karya sastra tersebut. Cerpen ini patut dan layak
untuk dibaca. Karena, cerpen ini menyampaikan nilai moral yang sangat baik dan
jarang sekali ditemukan watak tokohnya dalam kehidupan sehari-hari. yaitu,
seorang penggali kubur yang dengan ikhlas dan tidak pernah menolak setiap
permintaan untuk membuat liang kubur. Di samping itu pun beliau pun juga selalu
rajin beribadah sholat ketika adzan berkumandang di musholla dekat rumahnya.
Dan ada juga secercik perkataan Syam mengingatkan kita akan sebenarnya perilaku
yang biasa telah kita lakukan di dunia ini menjadikan cermin bakal kematian
kita nanti Percayalah!. Pengarang juga mampu merangkai kata dengan manis,
menyentuh, dan walaupun sedikit menyeramkan, namun pesan yang disampaikan membuat
pembaca terharu.
DAFTAR PUSTAKA
Marahimin, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Kritik sastra Modern. Yogyakarta: Gama
Media.
Priyantni, Enda Tri. 2012. Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi
Kritis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purba, Antilan. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rokhmanyah, Alfian.2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Suroto. 1990. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Gelora Aksara pratama.
Comments
Post a Comment