Sinopsis novel "99 Cahaya di Langit Eropa"

NAMA                        : ROSITA JANNATUN NAIM
KELAS                       : 3A
NPM                           : 13410045


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhw3DT6_J-2SH40Ia-YVIn9M-cYoox_MNo2P7xTnafc1HLzNNHlEmaE0zCh9VuCYQnAIUangJit-KZqgSi94EcbzA8Hy0Wuly-Kg1ru4J3K_KxlOCzlVmhUBZyRhgsY6KgfuB-ih67ehbOm/s400/Cover-99for-web.jpg

Judul               : 99 Cahaya di Langit Eropa (Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa)
ISBN               : 978-979-22-7274-1
Penulis             : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit           : PT. Gramedia, Jakarta
Terbit               : Juli 2011
Isi                    : 392 halaman

Tinggal di Eropa selama 3 tahun adalah arena menjelajah Eropa dan segala isinya. Hingga akhirnya Hanum menemukan banyak hal lain yang jauh lebih menarik dari sekedar Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepakbola San Siro, Colloseum Roma, atau gondola gondola di Venezia. Pencariannya telah mengantarkannya pada daftar tempat-tempat ziarah baru di Eropa. Dia tak menyangka Eropa sesungguhnya juga menyimpan sejuta misteri tentang Islam. 


Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Kini hubungan keduanya penuh pasang surut prasangka dengan berbagai dinamikanya. Ada manusia-manusia dari kedua pihak yang terus bekerja untuk memperburuk hubungan keduanya.
Pertemuannya dengan perempuan muslim di Austria, Fatma Pasha telah mengajarkannya untuk menjadi bulir-bulir yang bekerja sebaliknya. Menunjukkan pada Eropa bulir cinta dan luasnya kedamaian Islam. Sebagai Turki di Austria, Ia mencoba menebus kesalahan kakek moyangnya yang gagal meluluhkan Eropa dengan menghunus pedang dan meriam. Kini ini ia mencoba lagi dengan cara yang lebih elegan, yaitu dengan lebarnya senyum dan dalamnya samudra kerendahan hati.
Hanum dan Fatma mengatur rencana. Mereka akan mengarungi jejak-jejak Islam dari barat hingga ke timur Eropa. Dari Andalusia Spanyol hingga ke Istanbul Turki.
Wina.
Pada waktu itu Hanum mencoba cara yang lebih menarik dalam berkenalan dengan seorang muslimah asal Turki yang bernama Fatma Pasha dalam kelas bahasa Jermannya di Austria. Karena perasaan sesama muslimah itulah yang makin mendekatkan mereka dalam persahabatan di negara mayoritas non muslim tersebut.
Perjalanan pertama Hanum berkeliling Wina adalah karena ajakan Fatma untuk melihat keindahan kota Wina dari atas bukit Kahlenberg. Dari atas bukit ini, Hanum dapat melihat dengan jelas Kota Wina seutuhnya, termasuk sebuah sungai terkenal, Donau atau Danube, yang membelah dua Kota Wina. Tanpa dinyana oleh Hanum, ternyata di tepi Sungai Danube itu berdiri sebuah bangunan berwarna hijau dengan kubah blenduk dan minaret, Masjid Vienna Islamic Center – Pusat Peribadatan umat Islam terbesar di Wina.
Di bukti inilah Hanum pertama kali belajar memahami konsep Fatma tentang bagaimana menjadi agen muslim yang baik di Eropa. Selain itu juga mengetahui sejarah Islam bahwa Turki pernah hampir menguasai Eropa Barat sebelum akhirnya dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan Polandia di atas bukit Kahlenberg.
Bersama Fatma, Hanum merencanakan mengunjungi beberapa tempat peradaban Islam di Eropa. Fatma juga seringkali mengajak anaknya yanag bernama Aysa yang telah banyak menginspirasi Hanum hungga akhirnya ia terbuka hatinya untuk berjilbab. Tapi sayang, ketika Hanum ingin Aysa yang pertama kalinya memakaikan jilbabnya, Aysa telah tiada karna dia terkena penyakit kanker. Namun kemudian, Fatma menghilang secara tiba-tiba sehingga rencana tersebut sulit diwujudkan.

Paris
“Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat Laa Ilaaha Illallah
Perjalanan Hanum di Paris dilakukan bersama mualaf Muslimah Prancis, Marion Latimer, lulusan Studi Islam Abad Pertengahan dari Universitas Sorbornne. Bersama Marion, Hanum menjelajahi Museum Louvre dengan koleksinya yang terlengkap di dunia mencakup hasil karya maestro-maestro dunia dan tentu saja lukisan Mona Lisa karya Leonardo Da Vinci yang sangat tersohor. Di Museum ini jualah terdapat lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus dengan “penemuan” yang mengejutkan.
Tak kalah menarik adalah misteri Axe Historique, garis lurus imajiner yang tepat membelah kota Paris dimana bangunan-bangunan penting Paris tepat berdiri di garis tersebut (monument Obelisk Luxor Mesir, Jalan Champs – Elysses, dan berujung di Monumen Arc de Triomphe de l’Etoile) dalam kaitannya dengan arah Kiblat di Mekkah. Di Paris ini juga Hanum mendapat kesempatan menunaikan ibadah sebagai seorang muslim di Masjid Besar Paris, Le Grande Mosquee de Paris serta mengetahui sejarah Islam lainnya di Eropa.

Cordoba dan Granada
“yang lebih penting kau harus mengunjungi 2 tempat spesial di Eropa”
The true city of lights. Kota seribu cahaya, Cordoba. Di kota ini kita diajak oleh Hanum dan Rangga mengunjungi The Mosque Cathedral yang berarti masjid atau Mesquita dalam bahasa Spanyol, namun bangunan ini kini telah dialih fungsi menjadi gereja. Dalam perjalanannya mengelilingi Mesquita dengan dipandu oleh pensiunan tour guide mesquita,kita diajak untuk memahami lebih dalam betapa Cordoba pernah menorehkan masa keemasan Islam.
Perjalanan dilanjutkan ke Istana Al Hambra dengan latar belakang Pegunungan Sierra Nevada yang berwarna putih salju di Gordoba. Istana yang diserahkan oleh Mohammad Boabdil (sultan terakhir di Granada) kepada Isabella dan Ferdinand, the royal couple yang menorehkan sejarah kelam bagi Islam di Spanyol.
Sebuah istana dengan tiga ruangan berbeda yaitu benteng pertahanan Alcazaba, Pertamanan Generalife dan istana utama The Nasrid Palace. Nasrid Palace lah yang menjadi daya tarik Al Hambra karena menyuguhkan sebuah pemandangan menakjubkan berupa ukiran-ukiran kalligrafi Qur’ani kayu dan dinding yang menyerupai helai-helai kain berbordir halus dan berbelit-belit.

Istanbul
Disini, Hanum mengajak kita untuk melihat lebih dekat tentang Hagia Sophia, sebuah bangunan yang bernasib hampir sama dengan Mezquita di Spanyol. Musem yang pada awalnya adalah sebuah gereja namun dialih fungsi sebagai masjid setelah kejatuhan Byzantium ke tangan Turki Ottoman. Dilanjutkan dengan Blue Mosque, Masjid Sultan Ahmed yang berdiri tepat di depan Hagia Sophia.
Di Istanbul pulalah, Hanum akhirnya bertemu kembali dengan Fatma yang mengajak mereka mengunjungi Topkapi Palace. Istana ini menggambarkan kesedarhanaan kehidupan sultan-sultan Turki serta bangunan-bangunan asimetris yang tidak lazim dijumpai.
“Karena, menurut Sultan, kesempurnaan itu hanya milik Allah” (hlm 350)
Perjalanan dengan Hanum, Rangga dan Fatma di Istanbul menorehkan filosofi dan pengetahuan baru mengenai peradaban Islam di Turki dan menguak beberapa hal yang akan membuat kita, umat muslim, merasa bangga bercerita tentang perjalanan Hanum menjelajah Eropa yang terbagi dalam 4 bagian besar tempat-tempat yang dikunjungi Hanum, yaitu Vienna (Wina) – Austria, Paris, Cordoba – Granada, dan Istanbul. Terselibnya cerita pertemuan dan persahabatan Hanum dengan saudara-saudara muslim di tempat itu seakan mengajak pembaca untuk turut merasakan persahabatan pun kebersamaan selama perjalanan spiritual ini.

Kelebihan
Cerita yang disampaikan begitu santai dengan bahasa yang lugas dan sederhana sehingga seakan mengajak pembaca turut serta dalam perjalanan spiritual yang dilakukan.

Manfaat
Memberikan gambaran baru tentang Eropa selain keindahan dan kemegahan bangunan yang masyur di seantero dunia.
Dengan membaca novel ini kita dapat mengetahui perkembangan Islam di Eropa sehingga dapat menjadi agenda wajib apabila kita diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki kesana.





Comments

Popular posts from this blog

analisis novel Mereka Bilang Saya Monyet

Contoh tindak tutur Lokusi, Ilokusi, Perlokusi

Pengaruh Bahasa Gaul Terhadap Bahasa Indonesia