RESENSI dan ESSAI Novel “Moga Bunda di Sayang Allah”

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER
RESENSI dan ESSAI Novel
“Moga Bunda di Sayang Allah”
Tugas dibuat untuk memenuhi mata kuliah Teori Belajar Bahasa (TBB)
Yang diampu oleh Latif Anshori Kurniawan


Disusun oleh :
Rosita Jannatun Naim                 13410045
(2A)
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
TAHUN 2014

Judul                              : Moga Bunda Disayang Allah
Penulis                           : Tere Liye
Penerbit                         : Republika
Jumlah Halaman           : 306 halaman                                                  
Jenis Cover                   : Soft Cover
Dimensi (PxL)              : 22x 13cm
Text Bahasa                  : Indonesia
Tahun                            : 2009 ( cetakan ke-5)

Kesabaran dan Usaha adalah Kunci Menuju Kesuksesan dari Mukjizat Allah SWT

Sinopsis
Diceritakan seorang anak bernama Melati penderita buta, tuli, dan bisu untuk bisa mengenali dunianya, dan juga perjuangan seorang pemuda bernama Karang untuk bisa keluar dari perasaan bersalah setelah kematian 18 anak didiknya dalam kecelakaan kapal. Melati bocah berusia 6 tahun yang buta dan tuli sejak dia berusia 3 tahun. Selama 3 tahun ini dunia melati gelap. Melati tidak pernah mendapatkan cara untuk mengenal apa yang ingin dikenalnya. Rasa ingin tahu yang dipendam bertahun tahun itu akhirnya memuncak, menjadikan Melati menjadi frustasi dan sulit dikendalikan. Melati hanya bisa mengucap Baa dan Maa. Orang tuanya berusaha berbagai macam cara untuk bisa mengendalikan Melati. Bahkan tim dokter ahli yang diundang oleh orang tuanya tidak berhasil mengendalikan Melati. Akhirnya ada Pak Guru Karang, seorang pemuda yang suka mabuk dan sering bermurung diri dikamar rumah ibu gendut yang menjadi ibu angkatnya akhirnya menjadi guru Melati. Karang sebenarnya hampir kehilangan semangat hidupnya setelah 18 anak didiknya tewas dalam kecelakaan perahu. Perasaan bersalahnya hampir setiap hari menghantuinya selama 3 tahun terakhir. Dia bahkan hampir tidak berminat ketika ibunya Melati memintanya untuk membimbing Melati. Tapi demi cintanya terhadap anak-anak, Karang akhirnya datang memenuhi permintaan ibunya Melati. Tidak mudah untuk menemukan metode pengajaran bagi Melati. Bahkan untuk menangis saja Melati tidak bisa menemukan kosakata yang benar. Setiap kali ada yang menyentuh tubuh Melati maka dia akan marah, mengamuk dan melemparkan apa saja yang tercapai oleh tangannya. Karang hampir putus asa. Lalu keajaiban datang ketika air mancur membasuh lembut telapak tangan Melati. Melati merasakan aliran air di sela jemarinya. Saat itulah untuk pertama kalinya Karang melihat Melati tertawa. Karang akhirnya mengerti, melalui telapak tangan itulah karang menuliskan kata Air, Melati akhirnya mengerti benda yang menyenangkan itu bernama air. Melalui telapak tangan Melati, air mancur yang mengalir di tangan dan sela-sela jarinya berhasil mencukilnya. Melalui telapak tangan itulah semua panca indera disitu. Akhirnya dunia Melati mulai hidup. Dia bisa mengenali orang tuanya, dia bisa mengenali kursi, sendok, pohon dan sebagainya. Bukan hanya doa Bunda yang terkabul, namun doa Ibu-Ibu Gendut itu juga terkabul. Bukan hanya Melati yang mengenal dunia dan Penciptanya, namun Karang pun bisa berdamai dengan masa lalunya.

Riwayat pengarang
            Tere Liye merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari bahasa india yang berarti “Untukmu”. Tere Liye lahir dan besar di pedalaman Sumatera, pada tanggal 21 Mei 1979, dia anak keenam dari tujuh bersaudara. Dia terlahir dari keluarga petani, Tere Liye menyelesaikan masa pendidikan dasar sampai SMP, di SDN2 dan SMN2 Kikim Timur, Sumatera Selatan, kemudian melanjutkan ke SMUN 9 Bandar Lampung, setelah itu ia meneruskan ke Universitas Indonesia dan mengambil jurusan Ekonomi.Tere – liye telah mengeluarkan 14 buah judul novel,semua isi novelnya mengandung makna akan semua kesederhanaan dalam kehidupan.semua novel yang di buat oleh tere liya dapat sangat bermanfaat dan mengandung amanat yang dapat di pelejari dan di pakai dalam kehidupan.
Judul novel ini “semoga bunda di sayang tuhan”maksudnya adalah seorang ibu yang sangat tegar dalam menghadapi cobaan dan dengan kasih sayang melimpah kepada anak tersayangnya. Tebal buku ini 306 halaman,pengarang novel ini banyak mengeluarkan novel dan kebanyakan novelnya bergenre sedih dan juga membawa banyak kebaikan bagi kita yang membacanya,bisa medapat pengetahuan yang luas juga dapat memperbaiki diri kearah yang lebih baik.

Kelebihan :
Penulis mengungkapkan kalimat yang mengingatkan pembaca untuk bersabar dan bersyukur “Hidup ini adil, sungguh Allah Maha Adil, kitalah yang terlalu bebal sehingga tidak tahu dimana letak keadilanNya, namun bukan berarti Allah tidak adil”.
Banyak pelajaran yang dapat diambil dari novel ini, tentang keteguhan hati dalam menghadapi  begitu banyak cobaan, rasa syukur kepada Allah sang pencipta. Saat membaca novel ini, terdapat perasaan ingin mengetahui bagaimana akhir cerita dan perjuangan gadis kecil itu, sehingga memacu kita untuk terus mengikuti cerita dari awal hingga akhir. Novel ini memiliki makna yang sangat berharga setelah kita membacanya, memiliki banyak pelajaran yang dapat diambil dan digunakan dalam kehidupan. Kata-kata yang digunakan juga sopan dan juga membuat pembaca dapat menghayati cerita seakan-akan ikut menyaksikan kejadian itu.

Kekurangan :
Dalam novel semua tokoh digambarkan sebagai orang-orang muslim dengan segala aktivitas dan atribut mereka, namun pada ending cerita penulis menciptakan suasana pesta kembang api yang dirayakan pada tahun baru Imlek oleh masyarakat termasuk para tokoh novel.  Sedikit mengunakan kata-kata yang kurang bisa di pahami. Kata-kata mutiara yang di pakai sedikit mempersulit pembaca dan membuat bosan karena terlalu banyak. Serta gaya bahasa dari novel yang menggunakan bahasa sehari-hari yang tidak baku.

ESSAI
Novel Moga Bunda Disayang Allah merupakan novel yang menceritakan tentang kehidupan seorang gadis kecil yang menderita cacat berupa buta, tuli, dan bisu sekaligus. Dalam novel ini juga diceritakan bagaimana Melati mampu bertahan dalam segala keterbatasannya. Dengan bantuan Karang, Melati mencoba memahami bagaimana kehidupan dunia dan seisinya yang sebenarnya indah ini. Dalam novel Moga Bunda di Sayang Allah ini mencoba untuk mengenalkan kesabaran dan kegigihan seorang pendidik untuk membantu seorang anak yang bernama Melati yang kebutaan, ketulian serta tidak dapat diajak bicara sejak usia 3 tahun untuk memperoleh pendidikan. Melati mengalami keterbatasan ini dikarenakan oleh faktor kecelakaan ketika sedang berlibur bersama keluarganya. Saat itu ia belum mendapatkan pendidikan sesuai keterbatasannya karena keluarga belum menemukan cara yang sesuai. Sampai suatu keajaiban datang melalui Karang. Ia adalah seorang guru yang kreatif, dan inovatif, dimana ia tidak putus asa mengajari Melati dengan metode-metode pembelajaran yang tepat untuk mengajari Melati, sehingga Melati dapat melihat dunia yang selama ini tidak dikenalnya sama sekali.
            Novel ini mengajari tentang perjuangan, kasih sayang, dan ketulusan. Hal ini tercermin dari perilaku tokoh-tokohnya dengan tokoh sentral yang diperankan oleh Melati dan gurunya yang bernama Karang. Walaupun Melati dan Karang mempunyai permasalahan sendiri-sendiri. Dan mereka tidak selalu bisa menyelesaikan seluruh permasalahan itu. Begitulah Tere menggambarkan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna, oleh karena itu terkadang mereka juga membutuhkan orang lain untuk membantunya.
Tere mampu menggambarkan bahwa manusia itu mempunyai keterbatasan. Manusia itu lemah tanpa bantuan Tuhannya. Manusia juga tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan manusia lain. Tidak ada segala sesuatu di dunia ini yang benar-benar sempurna. Kecuali Allah, Tuhan alam semesta. Semua makhluk bersifat lemah dan mempunyai keterbatasan. Termasuk manusia yang diciptakan paling sempurna di antara makhluk lainnya. Karena manusia berbeda dengan Allah,khalik-Nya. Maka dari itu, manusia sebaiknya menghindari sifat sombong dan takabur karena tidak selayaknya manusia bersikap melampaui Tuhannya. Karena yang patut untuk sombong hanya Allah semata. Di balik kesederhanaan novel ini, tersimpan sebuah pelajaran yang dapat dipetik oleh para pembacanya. Apa itu makna perjuangan, kasih sayang, dan ketulusan. Serta bagaimana meraih kesuksesan di balik segala kekurangan, keterbatasan, dan ketidaksempurnaan seseorang.
                Ada beberapa metode / teori yang di ajarkan pada novel ini, metode yang paling utama pada novel ini yaitu metode tadoma (Fedro Ponce de Leon), adalah metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang bisu, buta ataupun tuli dengan menempatkan jempol mereka pada bibir pembicara dan jari-jari disepanjang garis rahang. Tiga jari tengah berada disepanjang pipi pembicara dengan jari kelingking merasakan gerakan tenggorokan pembicara. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai ‘membaca gerakan bibir’. Dengan begitu si Melati dapat merasakan getaran bibir serta getaran pita suara yang dilakukan oleh Pak Guru Karang. Sedangkan metode lain yang menunjang pembelajaran Melati yaitu diantarnya meliputi metode pemberian nasehat, metode pembiasaan dan metode pemberian hukuman serta metode pembagian cerita. Mengenai metode pendidikan agama islam dalam novel tersebut menceritakan tentang seseorang yang bernama Karang yang berusaha mengajarkan metode pembiasan kepada anak yang bisu, tuli, dan buta yaitu Melati yang pertama kalinya diajarkan dan di kenalkan tentang sendok dan garpu, yang pada awalnya ditentang oleh ayahnya Melati, yaitu dengan membiasakan melatih Melati makan sendiri menggunakan sendok walaupun dengan cara agak kasar Karang melatihnya, tapi akhirnya Melatipun bisa makan sendiri sup mangkuknya menggunakan sendok walaupun pada akhirnya harus tumpah berulang-ulang dan berserakan dimana-mana. Pada metode pemberian hukuman yaitu Melati tidak diberi makan selama 2 hari. Hal ini bertujuan agar dia bisa mengenali kursi dan duduk di kursi tersebut. Pada awalnya Karang mengenalkan sebuah kursi pada Melati, dan menyuruhnya untuk menduduki kursi tersebut, Melati terus memberontak karena dia tidak suka disuruh. Sebagai hukumannya Melati tidak di beri makan selama 2 hari, Karang sengaja meletakkan mangkuk makanan di atas meja tinggi yang hanya bisa digapai oleh kursi. Dengan susah payah dan terus berusaha akhirnya Melati mengambil makanannya dan duduk di kursi tersebut. Walaupun dia sendiri tidak tahu benda apa itu kursi. Dalam metode pembagian cerita, disini Karang menceritakan tentang tarian Aurora yang indah di malam hari. Melati nampak serius mendengarkan cerita dari Karang walaupun aslisnya dia tidak begitu mengerti. Namun, seolah-olah Melati begitu menghayati ceritanya dan duduk manis bersandar di pangkuan Karang. Pada metode pemberian hadiah disini Karang benar-benar sudah frustasi. Dia membiarkan Melati bermain sendiri selama 3 hari, sedangkan dia sibuk memikirkan langkah pembelajaran selanjutnya. Akhirnya Karang memberikan Melati boneka panda bekas boneka dari Qintan murid didiknya yang sangat ia sayangi, namun sayangnya Qintan telah tiada terhempas ombak laut. Disini Karang juga bercerita tentang Qintan kepada Melati walaupun sesungguhnya Melati tidak mengenali siapa itu Qintan.
Keajaiban besar datang ketika Melati keluar bermain dengan air, melalui telapak tangan itulah karang menuliskan kata Air, Melati benar-benar merasakan kehadiran air. Dan akhirnya Melati mengerti benda yang menyenangkan itu bernama air. Melalui telapak tangan Melati, air mancur yang mengalir di tangan dan sela-sela jarinya berhasil mencukilnya. Melalui telapak tangan itulah semua panca indera disitu. Akhirnya dunia Melati mulai hidup. Dia bisa mengenali orang tuanya dan dunianya. Tangan Melati kembali di pegang oleh Karang, dengan meletakkan tangan Melati ke mulutnya  sebagai simbol komunikasi.
Dalam novel tersebut Tere-Liya banyak menyampaikan pesan kesabaran, yang dapat memberi pencerahan melalui tokohnya kepada pembaca sehingga dapat diambil hikmah dengan mencontoh sifat baik dan meninggalkan sifat buruk.
Ada beberapa konflik batin juga yang dialami oleh beberapa tokoh dalam novel tersebut seperti yang dijelaskan oleh Psikoanalisis Freud yaitu meliputi id, ego, dan superego.
·         Pada tokoh Bunda
Atas dorongan aspek id yang ada dalam diri Bunda, akhirnya Tuhan memberikan keajaiban bagi puteri semata wayangnya. Aspek superego-nya percaya bahwa Tuhan Maha Adil dan selalu optimis Melati akan dapat mengenal dunia dan seisinya. Aspek ego mengimbangi aspek id dalam diri Bunda. Ego-nya membawa Bunda melakukan segala cara untuk mewujudkan harapannya. Bunda mengundang dokter ahli dari dalam dan Luar Negeri. Bunda juga memohon kepada Karang untuk mau mengajarkan cara mengenali dunia pada Melati. Bunda menyerahkan seluruh hidupnya untuk Melati. Dalam usaha mewujudkan harapan atas dorongan aspek id tersebut, Bunda memiliki keseimbangan antara aspek ego yang melakukan segala cara untuk kesembuhan Melati dan aspek superego yang selalu percaya bahwa suatu hari keajaiban akan menghampiri gadis kecilnya. Aspek id Bunda yang mengharapkan Karang selalu menemani Melati diredam aspek superego yang menyadari masih banyak anak-anak lain yang membutuhkan Karang.
·         Pada tokoh Karang
Atas dorongan aspek ego yang mendominasi di dalam dirinya, Karang melawan dirinya sendiri dan menyalahkan dirinya atas peristiwa yang merenggut delapan belas nyawa anak asuhnya. Aspek ego membawa Karang lari dari kehidupannya dan meninggalkan Kinasih, gadis yang dicintainya. Dalam kehidupan sehari-harinya, Karang lebih didominasi oleh aspek ego. Akan tetapi, kecintaannya yang besar pada anak-anak membawa Karang ke dalam kehidupan Melati. Aspek id Karang membuatnya berusaha untuk mengenalkan dunia kepada Melati. Usaha Karang mendidik Melati diiringi dengan aspek superego yang percaya bahwa meskipun buta, tuli, sekaligus bisu, Melati masih memiliki otak dan dapat diajari cara mengenali dunia. Karang juga memiliki aspek id yang menyimpan harapan untuk kembali berhubungan dengan Kinasih. Jadi, secara keseluruhan untuk melupakan masa lalunya, Karang lebih dikuasai oleh aspek ego. Akan tetapi, dalam mewujudkan usahanya mengenalkan dunia kepada Melati atas dorongan aspek id tersebut, Karang lebih didominasi oleh aspek superego yang ada dalam dirinya. Selain itu, aspek id juga mengusai Karang yang berharap untuk kembali berhubungan dengan Kinasih. Dalam menghadapi konflik batin yang dialaminya, Karang melawan dirinya sendiri dan melampiaskan aspek ego dalam dirinya dengan berusaha lari dari kehidupan.

·         Pada tokoh Melati
Atas dorongan aspek id yang ada di dalam dirinya, Melati sangat ingin tahu tentang semua hal disekitarnya. Keterbatasannya menjadi penghalang bagi Melati untuk mewujudkan aspek id tersebut sehingga aspek ego dalam dirinya muncul dalam bentuk teriakan dan amarah. Aspek id tersebut akhirnya terpenuhi setelah Karang berhasil menemukan cara untuk Melati mengetahui dunia sekitarnya. Kehadiran Karang dalam hidupnya berarti bagi Melati sehingga aspek id menuntut aspek ego dalam dirinya untuk tidak merelakan Karang pergi meninggalkannya. Akan tetapi, aspek superego menyadarkan Melati sehingga dapat melepaskan Karang dengan penuh penghormatan. Dalam menghadapi konflik batinnya, Melati memiliki aspek id yang selalu ingin tahu, sehingga mendorong aspek ego dalam dirinya bertindak regresi atau kekanak-kanakan sebagai pembentukan reaksi atas keterbatasannya. Konflik batin yang paling dominan dalam diri Melati yaitu rasa ingin tahu tidak terdapat dalam kelompok mekanisme pertahanan ego yang dikemukakan oleh Ferdinand Zaviera.
Konflik batin yang dialami Bunda disebabkan oleh faktor internal dan ekternal. Konflik batin Bunda yang disebabkan oleh faktor internal yaitu pertentangan keinginan dengan kenyataan. Konflik batin Bunda yang disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu harapan akan kesembuhan Melati, terlalu menyayangi Melati, tidak ingin merepotkan orang lain, memahami perasaan Tuan HK (suaminya), lelah pada usaha yang tidak membuahkan hasil, dan harapan agar Karang selalu menemani Melati. Konflik batin tokoh Bunda lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal.
Konflik batin yang dialami Karang disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu: ketidakpedulian dengan lingkungan sekitar, tidak bisa melupakan kenangan buruk, keinginan untuk lari dari kehidupan, rasa bersalah, keinginan untuk mengenalkan dunia pada Melati, kerinduan pada sosok Ibu dan Ayah, dan kerinduan pada orang yang dicintai.
Konflik batin yang dialami Melati disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang menyebabkan konflik batin tokoh Melati, yaitu rasa ingin tahu yang terpendam dan tidak menginginkan perubahan. Faktor eksternal konflik batin tokoh Melati, yaitu keinginan untuk mendapatkan perhatian, tidak suka melakukan kontak fisik dengan orang lain, rasa tidak suka diperintah orang lain, dan tidak mau kehilangan Karang. Konflik batin yang mendominasi dalam diri tokoh Melati lebih disebabkan oleh faktor internalnya, yaitu rasa ingin tahu yang terpendam.
Novel ini juga mengajak kepada pembaca untuk mengasah ketajaman spritual tentang keihlasan dalam menerima kenyataan dari Allah dan mencoba untuk tidak terus menerus tenggelam dalam lumpur penyesalan. Selain itu, novel ini cocok untuk dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa karena bahasanya mudah dipahami.








Comments

Popular posts from this blog

analisis novel Mereka Bilang Saya Monyet

Contoh tindak tutur Lokusi, Ilokusi, Perlokusi

Pengaruh Bahasa Gaul Terhadap Bahasa Indonesia