ULASAN MENGENAI WAYANG KAMPUNG SEBELAH

Wayang yang diadakan dalam rangka memeriahkan bulan bahasa pada tanggal 20 Oktober 2015 ini didalangi oleh Ki Slideng Suparman bertempat di Balairung Universitas PGRI Semarang. Pertunjukan ini dibuka dengan sinden yang menyanyikan lagu dengan perpaduan musik campuran antara tradisonal dengan modern jadi tidak terkesan bahwa lagu yang dinyanyikan sinden bisa membuat tidur. Dilanjut dengan lagu yang dinyanyikan oleh lelaki pemain gitar dengan suaranya yang khas dan syair dengan kata-kata yang menyindir kritis. Tokoh pertama yang muncul adalah orang madura. Sang dalang sangat piawai dalam memainkan tangannya sehingga terlihat sang tokoh madura menggoyangkan pantatnya berulang kali membuat penonton tertawa terbahak-bahak. Kemudian muncul tokoh Pak Klungsur calon kepala desa Bangunjiwa. Dengan berpenampilan memakai jas dan peci namun bertubuh gendut. Tokoh ini dalam mengkampanyekan dirinya dengan ungkapan yang suka bertele-tele. Setiap pergantian tokoh selalu diiringi musik yang syahdu.
Dilanjutkan dengan tokoh kakek yang sedang mencari blabak (papan penghitung suara). Kakek tersebut kemudian memanggil Parjo sang tokoh satpam. Namun parjo tidak begitu paham dengan apa yang dimaksudkan oleh kakek tersebut. Sehingga menimbulkan pecakapan yang lucu. Lalu Parjo pun pergi meninggalkan kakek tersebut. Karena masih kebingungan kakek tersebut memanggil Sobrun sang tokoh hansip. Sobrun yang gaya bicaranya sangat lucu membuat para penonton kembali tertawa. Ternyata Sobrun mengira balabak adalah peti mati, jadi dia mengira bahwa kakek tersebut ingin meninggal dunia. Kakek tersebut lalu memarahi Sobrun, namun Sobrun malah menangis. Ia menjelaskan bahwa tugas hansip itu berbeda-beda. Ada yang menjaga parkiran ada juga yang menjaga balabk. Tentu saja Sobrun tidak terima menjadi penyebab hilangnya blabak karena dia tidak tahu sama sekali. Dan akhirnya ia pun pergi meninggalkan kakek tersebut dengan menangis.
Lalu muncullah tokoh dengan yang berpenampilan bibir yang agak maju kedepan, ia lah yang bertanggung jawab menjaga blabak (papan perhitungan suara). Ia mengatakan bahwa Suara rakyat tidak dihitung namun didengarkan. Kakek tersebut malah marah-marah dan kesal akibat pernyataan si bibir maju tersebut. Tokoh Parjo kemudian menghampiri kakek dan mengatakan bahwa perhitungan suara telah usai dan yang berhasil memenangkan Pemilihan Kepala Desa yaitu Pak Somad. Karena Pak Somad telah menang akhirnya ia memberikan uang 300 juta kepada kakek tersebut. Namun sang kakek tersebut berkata kepada Parjo bahwa mendapatkan uang dari Pak Somad sebesar 3 juta lalu dibagi tiga. Dan Parjo mengatakan kepada Sobrun kalau mendapatkan uang dari Pak Somad sebesar 300 ribu. Sobrun pun kesal karena dia lah yang paling mondar mandir kesana kemari. Tapi mendapatkan uang yang tak sebanding dengan hasil kerjanya. Jadi dapat dikatakan bahwa dari atas saja sudah korupsi otomatis bawahannya akan ikutan seperti itu juga. Dan yang bercucuran keringat yang berada dibawah namun yang menikmati malah atasannya.
Kemudian muncullah tokoh dengan berpenampilan perut buncit yang sering mengeluh karena kesengsaraan kehidupannya. Kemiskinan yang mendera hidupnya menurutnya sudah menjadi turun temurun dari nenek moyangnya. Haha sangat lucu sekali sindirannya. Tiba-tiba datanglah tokoh Kampret yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas yang memberikan kesadaran kepada tokoh berperut gendut. Karena Pak Somad telah berhasil memenangkan pencalonan Kepala Desa, Pak Somad pun merayakan kemenangannya dengan menanggap hiburan dengan mendatangkan beberapa artis seperti, Bang Ramarimari (plesetan nama Rhoma Irama), kemudian Syahmarini (plesetan nama Syahrini) menyanyikan lagu pucing pala babi dengan goyangan pinggulnya yang aduhaii. Minul (plesetan nama Inul), dan Bob Marna dengan gaya bahasa Purbalingga. Namun ditengah-tengah kemeriahan pesta rakyat tersebut, tiba-tiba terhenti karena ada protes keras yang menyebutkan bahwa Pak Somad menang karena hasil manipulasi suara. Kampretpun juga berprotes agar acara tersebut terus berjalan.
Tokoh perut buncit itu pun melaporkan kericuhan acara tersebut kepada polisi agar ditindak lanjuti. Namun massa tetap saja tidak peduli. Lalu pak perut gendut itu melaporkan kepada TNI namun pak TNI pun tidak berani karena tidak mendapatkan perintah dari polisi. Kemudian tokoh kampret datang, dan memberikan pencerahan kepada semuanya.
Dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat untuk selalu mawas diri dan jujur dalam hal apapun masih kurang. Sebaiknya kita sebagai warga Indonesia ketika ada pencalonan janganlah terpegaruh dengan yang berduit. Memang duit sangatlah penting dalam kehidupan kita tapi juga perlu diwaspadai kalau kita menerima uang dengan sembarangan tanpa memikir ke belakang akan hancur lah negeri ini. Karena apapun bisa dibeli asal dengan uang saja.  


Comments

Popular posts from this blog

analisis novel Mereka Bilang Saya Monyet

Contoh tindak tutur Lokusi, Ilokusi, Perlokusi

Pengaruh Bahasa Gaul Terhadap Bahasa Indonesia